Jumat, 27 Juni 2014

Selamat KKN Agen Perubahan



Oleh: Mohamad Rian Ari Sandi
sumber gambar: http://1.bp.blogspot.com/-Gkfqgsn4xZI/UzG3o6rf7NI/AAAAAAAAAi8/AWyFCh5pX7I/s1600/agent-of-change.png

Tidak terasa hampir tiga tahun sudah kita –mahasiswa angkatan 2011—belajar dan berorganisasi di Universitas Pendidikan Indonesia. Kini di penghujung semester 6 kita diharuskan bersiap melaksanakan Kuliah Kerja Nyata atau familiar disingkat KKN. KKN sendiri merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh seluruh mahasiswa UPI dengan bobot sebanyak dua SKS.
            Walaupun bobotnya hanya dua sks, persiapan KKN ternyata menyedot antusiasme dan kehebohan yang sangat besar diantara para mahasiswa. Salah satu contohnya adalah saat log in penentuan lokasi yang akan menjadi tempat KKN para mahasiswa. Hampir semua mahasiswa stand by di depan layar laptop/pc/smartphone masing-masing untuk menanti detik-detik login pemilihan lokasi KKN dibuka. Karena sistem penentuan lokasinya yang menganut paham “siapa cepat dia dapat” membuat mahasiswa harus siaga I jika ingin mendapatkan lokasi yang diinginkan. Selain itu di media sosial pun ramai yang menulis status dengan topik KKN baik itu sebelum dan sesudah melakukan log in pemilihan lokasi.  Berbagai perasaan mahasiswa diungkapkan, dari mulai saat harap-harap cemas menanti waktu pemilihan lokasi, kekesalan karena sulit untuk melakukan log in, kegembiraan karena mendapatkan tempat yang diinginkan, dan juga kekecewaan atau bahkan kesedihan karena harus mendapatkan kenyataan mendapatkan lokasi yang tidak sesuai dengan harapan.
            Penulis sendiri termasuk diantara mahasiswa yang berhasil –atau juga beruntung—karena mendapati lokasi KKN sesuai dengan target yakni di Desa Cicalengka Wetan Kecamatan Cicalengka. Di sana penulis akan berkolaborasi dengan rekan sekelompok dari berbagai jurusan yakni Kiki (MRL), Facfi (Psikologi), Citra (BK), Hani (Manajemen Perkantoran), Laras (Seni Tari), Annisa (Pendidikan Bahasa Indonesia), Putri (P.Geografi), Kezia (PT Agro Industri), Gian (PKO), dan Tegar (PJKR).
Aksi Nyata
            Seperti nama mata kuliahnya yaitu Kuliah Kerja Nyata, di KKN memang mahasiswa diharuskan melakukan aksi nyata dengan terjun langsung ke masyarakat. Di KKN kita tidak hanya akan mengamalkan pengalaman belajar selama 3 tahun di bangku perkuliahan, tetapi di KKN kita juga akan belajar dari pengalaman selama 40 hari “kuliah kehidupan”. Ya, kita akan belajar banyak di KKN. Di sana kita mendapatkan partner baru dalam “menuntut ilmu” dari berbagai jurusan. Selain itu kita akan bergabung langsung dengan masyarakat untuk bersama-sama melakukan iuran ide, gagasan, dan tenaga dalam rangka pembangunan masyarakat Indonesia.
            Bagi penulis, KKN merupakan sebuah ajang “uji kelayakan diri” apakah ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh selama tiga tahun di bangku kuliah dan di lingkungan organisasi linear dengan kesiapan diri bergaul bersama masyarakat. Karena sebagai mahasiswa, insan dengan julukan agent of change, kita diharapkan dapat membuat perubahan di masyarakat ke arah yang lebih baik. Karena sebagai mahasiswa, insan dengan julukan social control, kita diharapkan dapat menghentikan kebobrokan moral yang terjadi dimana-mana. Karena sebagai mahasiswa, insan dengan julukan moral force, kita diharapkan dapat menjadi teladan bagi masyarakat dalam bersikap dan berperilaku. Dan karena sebagai mahasiswa, insan dengan julukan iron stock, kita sangat diharapkan dapat menjadi calon pemimpin masa depan dengan kapasitas dan integritas yang mumpuni.
            Luruskan niat, bulatkan tekad dan semangat, selamat ber-KKN kawan-kawan mahasiswa UPI! J

Macan Asia ‘Galau’



Oleh: Mohamad Rian Ari Sandi

Aku selalu bilang bahwa dalam politik, musuh-musuhmu tak bisa melukaimu, tapi teman-temanmu akan membunuhmu” . Ann Richards (Pradiansyah, 2009: 9)
            Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau yang lebih akrab dipanggil Jokowi telah resmi diusung oleh PDIP Perjuangan sebagai calon Presiden 2014. Pengusungan tersebut tentunya mengakhiri spekulasi yang selama ini berkembang di masyarakat mengenai maju/tidaknya Jokowi menjadi capres di tahun 2014 ini. Karena walaupun popularitas dan elektabilitas Jokowi di dalam survei-survei selalu berada di posisi teratas, wacana pencalonannya tetap menuai pro-kontra dari masyarakat dikarenakan jabatan Gubernur DKI Jakarta yang saat ini ia pegang baru dijalankan selama 1,5 tahun.
            Pengusungan Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP tidak pelak membuat partai-partai sekaligus calon jagoannya semakin pasang kuda-kuda. Karena tidak dapat dipungkiri, Jokowi yang saat ini sedang menjadi fenomena di masyarakat dianggap sebagai pesaing berat. Tak terkecuali bagi calon presiden dari Partai Gerindra yang juga diklaim sebagai macan asia, Prabowo Subianto.
            Pencalonan Jokowi tidak hanya membuat Prabowo pasang kuda-kuda, tetapi juga membuat dia dihinggapi rasa ‘galau’. Betapa tidak, dia merasa dikhianati oleh Megawati karena putri bung Karno tersebut lebih memilih Jokowi daripada dirinya. Padahal ketika pencapresan Jokowi masih sebatas wacana di media, kader-kader Gerindra merasa yakin bahwa Megawati dan PDIP tidak akan mungkin mengusung Jokowi sebagai Capres. Alasannya tidak lain karena PDIP dan Gerindra memiliki perjanjian di Batu Tulis Bogor yang disepakati tahun 2009 lalu yang salah satu klausulnya adalah Prabowo akan didukung oleh Megawati sebagai Capres di 2014. Klausul itu tercantum di poin ke 7 dari total 7 poin kesepakatan yang berbunyi “Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden tahun 2014”. Perjanjian tersebut dibuat pada tanggal 16 Mei 2009 dan ditandanganai di atas materai oleh Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto (sumber: www.okezone.com 18/03/2014).
            Kini nasi sudah menjadi bubur. Jokowi telah resmi dideklarasikan sebagai capres dari PDIP. Namun sepertinya Prabowo dan kader-kadernya dari Partai Gerindra tidak serta merta bisa menerima kenyataan tersebut. Mereka terlihat masih sangat kecewa karena PDIP dianggap tidak menepati janji sebagaimana mestinya. Kekecewaan tersebut diungkapkan dalam berbagai kesempatan baik itu disampaikan Prabowo secara langsung ataupun melalui kader-kader Partai Gerindra yang lain dengan cara sindiran atau pernyataan yang ditujukan langsung kepada Megawati dan PDIP.
            Salah satu ungkapan kekecewaan Prabowo dilakukan dengan cara menyindir Jokowi. Dalam sebuah kesempatan kepada media ia menyindir Jokowi sebagai pemimpin yang ingkar janji dan mencla-mencla karena sebelumnya sempat menampik akan mencalonkan diri sebagai Calon Presiden. Tetapi pada kenyataannya saat ini ia ‘patuh’ kepada titah Megawati untuk diusung sebagai Calon Presiden dari PDIP.
            Kegalauan Prabowo ternyata menular juga ke kader-kadernya di Partai Gerindra. Mereka secara terus terang menagih janji PDIP untuk mengusung Prabowo sebagai Capres 2014 sesuai dengan perjanjian Batu Tulis yang telah disepakati. Namun sayangnya harapan itu bertepuk sebelah tangan, karena pihak PDIP menganggap perjanjian Batu Tulis sudah tidak lagi relevan. Menurut mereka perjanjian Batu Tulis akan dilaksanakan jika pada saat 2009 lalu Megawati-Prabowo Subianto terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Dan karena kenyataannya pasangan tersebut kalah, maka otomatis perjanjian Batu Tulis tidak lagi harus dilaksanakan.
Harus ‘Move On’
            Prabowo Subianto-sang macan asia- sebaiknya harus segera ‘move on’ dari bayang-bayang Megawati dan PDIP.  Apalagi saat ini proses Pemilu tengah memasuki masa kampanye pemilihan legislatif. Sudah seharusnya Prabowo berkonsentrasi penuh untuk menyukseskan Partai Gerindra agar meraih suara signifikan pada Pileg 9 April nanti. Jika itu berhasil maka saat penjajakan koalisi antar parpol dimulai Partai Gerindra memiliki daya tawar kuat untuk betul-betul mengusung Prabowo sebagai Capres. Adapun figur yang akan diajak untuk mendampingi Prabowo sebagai Cawapres nanti tentu harus dilihat terlebih dahulu dari konstelasi dan konfigurasi politik pasca Pemilihan Legislatif. Karena seperti kita ketahui berdasarkan Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden syarat pengusungan Capres dan Cawapres adalah minimal 20 % perolahan kursi di DPR atau 25 % perolehan suara nasional. Artinya komposisi pasangan Capres dan Cawapres yang akan bertarung di Pilpres Juli nanti harus terlebih dahulu menanti hasil perolehan suara Pemilu Legislatif.
            Lantas mampukah sang macan asia ‘move on’ dari banteng PDIP Perjuangan? Kita lihat saja nanti. Karena dunia politik memiliki banyak kemungkinan yang tidak mudah untuk ditebak. Jika Prabowo dan mesin partai Gerindra bekerja maksimal dan meraih suara signifikan di Pileg, bukan tidak mungkin Prabowo akan mulus diusung sebagai Capres dari Partai Gerindra dengan berkoalisi bersama Partai yang lebih bisa dipegang komitmen kesetiaannya oleh mereka. Tapi tidak menutup kemungkinan juga jika Partai Gerindra tidak meraih suara signifikan di Pileg nanti Prabowo dan Partai Gerindra akan ‘rujuk’ kembali dengan PDIP. Karena seperti adagium politik yang sangat familiar bahwa dalam politik tidak ada kawan dan lawan abadi, yang abadi hanyalah kepentingan.