Minggu, 30 Desember 2012

Golput di Pilgub Jabar 2013


Oleh: Mohamad Rian Ari Sandi

            Sekitar dua bulan kurang lagi rakyat Jawa Barat akan melaksanakan pesta demokrasi regional untuk memilih pemimpin pemerintah provinsi Jawa Barat periode 2013-2018. Sudah kita ketahui bersama bahwa ada lima pasangan calon yang akan bertarung memperebutkan simpati rakyat Jawa Barat. Nomor urut satu ada pasangan independen Dikdik Mulyana-Cecep NS Toyib, nomor dua ada mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin yang berpasangan dengan mantan Bupati Tasikmalaya Tatang Fahranul Hakim (diusung oleh Partai Golkar), nomor tiga ada Dede Yusuf yang merupakan wagub petahana berpasangan dengan mantan Sekretaris Daerah Pemprov Jawa Barat Lex Laksamana (didukung oleh koalisi Partai Demokrat, PAN, dan PKB), nomor empat yaitu calon gubernur petahana Ahmad Heryawan yang menggandeng aktor kawakan Deddy Mizwar sebagai cawagub (diusung koalisi PKS, PPP, Hanura, dan PBB), dan nomor lima yaitu Rieke Dyah Pitaloka yang berpasangan dengan aktivis anti korupsi Teten Masduki (diusung oleh PDIP).
            Kita tentunya berharap pilgub nanti akan berlangsung dengan aman, lancar, dan menghasilkan pemimpin Jawa Barat untuk lima tahun kedepan yang bisa membawa Jawa Barat ke arah yang lebih baik. Dan salah satu indikator dari kesuksesan sebuah pemilihan umum adalah tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Sementara itu kita saat ini dihantui dengan kemungkinan tingginya angka golput (golongan putih) di pilgub yang akan berlangsung bulan Februari tersebut. Apalagi jika kita melihat data dan fakta angka golput di pemilu 2009 lalu dan di beberapa pemilukada yang sudah berlangsung menunjukan bahwa tren tingkat angka golput semakin terus meningkat dan memprihatinkan. Yang paling terbaru adalah hasil pemilihan wali kota Bekasi yang berlangsung sekitar satu pekan lalu. Berdasarkan hasil hitung cepat LSI masyarakat golput secara tidak resmi dapat dianggap sebagai pemenang, bagaimana tidak presentase pemilih golput ada di angka 51,1 %, sementara angka partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak pilihnya hanya sebesar 48,8 %. Tentu hal tersebut bukanlah sebuah hal positif dalam kehidupan demokrasi Indonesia, pun jika itu terjadi di pilgub Jabar nanti.
            Dari beberapa catatan dari beberapa pakar terutama para pengamat politik, saya dapat menyimpulkan tentang faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka golput dalam pemilu atau pemilukada. Pertama, masyarakat mengalami  kejenuhan karena terlalu banyak pemilihan umum yang berlangsung, dari mulai pemilihan anggota legislatif, pemilihan presiden/wapres, pemilihan gubernur, dan pemilihan bupati/wali kota. Kedua,  adanya kekecewaan terhadap pemimpin-pemimpin atau wakil rakyat yang ada saat ini sehingga membuat masyarakat menjadi pesimistis bahwa dalam pemilukada akan menghasilkan pemimpin daerah seperti yang mereka harapkan. Ketiga, administrasi dari KPU yang kurang baik, hal ini terutama berkaitan dengan masalah pendataan dan penetapan Daftar Pemilih Tetap. Boleh jadi ada seseorang yang hendak menyalurkan aspirasinya dalam pilkada justu tidak terfasilitasi karena namanya tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap yang dikeluarkan KPU. Jadilah dengan terpaksa orang tersebut termasuk ke dalam kelompok golput. Keempat, sosialisasi yang kurang kreatif sehingga sosialisasi yang sudah dilakukan dalam jangka waktu lama pun menjadi tidak efektif meyakinkan masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya. Dan yang terakhir adalah karena murni faktor ideologi, dalam artian calon pemimpin yang tersedia dalam kontes pemilihan tidak ada satu pun yang mewakili ideologi yang ia yakini sehingga akhirnya orang tersebut memilih untuk golput.
            Untuk meminimalisir angka golput di pilgub nanti tentunya perlu strategi dan kerjasama dari semua pihak. Dalam hal ini tidak hanya KPUD Jawa Barat yang bertanggungjawab, tapi seluruh kandidat dan partai-partai politik yang ada harus bisa memberikan pendidikan politik positif agar masyarakat memiliki kesadaran dan keyakinan untuk menggunakan hak pilihnya. Jangan sampai kejadian di pilkada Bekasi terulang di pilgub Jabar nanti, karena kita sangat berharap pemimpin Jawa Barat yang nanti terpilih betul-betul merepresentasikan kehendak dan aspirasi masyarakat Jawa Barat secara mayoritas.
            Pilihan untuk tidak memilih merupakan hak bagi setiap warga negara yang memiliki hak pilih. Namun alangkah lebih bijaknya jika pilihan tersebut diambil atas dasar-dasar ideologis atau hasil selektifisasi terhadap calon-calon pemimpin yang ada. Kaum golput yang seperti itu mungkin akan lebih dimaklumi daripada kaum golput yang tidak menggunakan hak pilih karena sikap apatisnya terhadap proses politik dan sikap pesimistisnya akan terjadinya perubahan di tangan pemimpin hasil dari pemilihan umum.
            Secara khusus saya ingin menyampaikan kepada siapa saja yang dari saat ini sudah berniat untuk menjadi kaum golput karena sikap apatis dan pesimisnya, bahwa anda atau mereka harus berkaca kepada Wanda (25) seorang tahanan di salah satu LP yang ada di Cirebon. Saat diwawancara oleh HU Pikiran Rakyat setelah mendapatkan sosialisasi pemilukada dari KPUD Cirebon tentang akankah dia menggunakan hak pilihnya dalam pilwalkot dan pilgub nanti, dia menjawab “Saya tetap akan menggunakan hak pilih sebaik mungkin. Saya tidak akan golput, karena memilih pemimpin akan menentukan kemajuan daerah lima tahun ke depan”, (HU Pikiran Rakyat, 29 Desember 2012). Semoga saja semangat partisipatif dari Wanda dalam proses demokrasi yang akan berlangsung nanti juga menular kepada seluruh masyarakat Jawa Barat, karena satu suara anda menentukan masa depan Jawa Barat lima tahun ke depan. Salam Pemilukada!

Tulisan ini juga dipublish di http://politik.kompasiana.com/2012/12/30/golput-di-pilgub-jabar-2013-520077.html
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar