Sumber gambar: http://www.penchenk.com/2012/12/jokowi.html
Oleh : Mohamad Rian Ari Sandi
Saya tetap kagum dgn kerja jokowi,
yg agak malesin pemberitaan media yg mulai anggap dia seperti selebriti, bkn
kepala daerah.. :(
(Yunarto Wijaya-Pengamat Politik)
Sebuah tweet beberapa waktu lalu dari seorang pengamat politik, Yunarto
Wijaya, terhadap fenomena eksploitasi kepemimpinan Joko Widodo sebagai Gubernur
DKI Jakarta sangatlah menyentil. Dia mengungkapkan kekagumannya atas kinerja
Jokowi, tetapi merasa terganggu dengan pemberitaan media massa tentang
aktivitas Jokowi yang menurutnya berlebihan.
Sudah banyak sekali fenomena
hijrahnya para selebriti tanah air dari panggung hiburan ke panggung politik.
Kita tahu diantara mereka ada yang sudah berhasil duduk di parlemen sebagai
anggota DPR dan juga menjadi Kepala daerah atau Wakil kepala daerah. Fenomena
tersebut membuat keberadaan seleb yang menjadi politisi atau seleb yang menjadi
pejabat tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang aneh . Namun, apa jadinya
jika ada pejabat yang justru bergeser atau digeserkan menjadi bak selebritis? Ya, itu dia yang terjadi
kepada Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, atau biasa akrab dipanggil dengan
Jokowi.
Pejabat yang nyeleb atau lebih tepatnya pejabat yang diselebkan sesungguhnya
secara tidak disadari sedang terjadi kepada Jokowi. Sepak terjangnya yang
mengagumkan sebagai pemimpin provinsi ibu kota dan sebelumnya sebagai wali kota
Solo belakangan ini selalu menjadi salah satu sorotan utama media. Gaya
kepemimpinannya yang seringkali menerobos batas-batas prosedur formal seorang
pejabat membuatnya jauh berbeda dengan pejabat kebanyakan. Salah satu trademark-nya sebagai pejabat adalah blusukan, yakni turun langsung
mengunjungi masyarakat untuk melihat dan merasakan masalah apa yang sebenarnya
sedang terjadi di masyarakat. Tidak hanya itu, dibalik gaya santainya dia merupakan
seorang pemimipin yang sangat tegas. Beberapa kali dia turun langsung ke
instansi-instansi pemerintahan yang berada di bawah naungannya untuk melihat
secara langsung kinerja para pelayan publik. Dan ketika ia mendapati kinerja
para pelayan publik itu tidak sebagaimana mestinya, tidak segan-segan ia
memberikan teguran keras.
Gaya kepemimpinan Jokowi yang sangat
berbeda dari pejabat kebanyakan tersebut tidak ayal membuatnya selalu menjadi
sorotan utama media. Kita tentu memaklumi jika pemberitaan tentang aktivitas
Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta dilakukan dengan proporsional. Namun,
ketika pemberitaan tersebut dilakukan secara berlebihan, hal itu justru terasa
mengganggu.
Salah satu buktinya adalah di portal
berita online detik.com. Di sana dalam beberapa kesempatan saya melihat liputan
tentang Jokowi dicantumkan subjudul Hari ke-sekian Jokowi. Padahal biasanya
liputan khusus yang dilakukan media kepada pemimipin baru hanya dilakukan di
hari ke-100 atau setelah satu tahun masa kepemimipinan. Hal itu menunjukan
bagaimana istimewanya perlakuan media kepada Jokowi. Seolah Jokowi sudah
menjadi “komoditas utama” media dalam meningkatkan rating dengan cara
mengeskploitasi aktivitas kader PDIP itu secara berlebihan.
Bukti lain yang semakin menguatkan
Jokowi sebagai pejabat yang diselebkan adalah pemberitaan terhadapnya yang juga
dilakukan oleh media infotainment. Apalagi jika aktivitas Jokowi yang
bersangkut paut dengan dunia hiburan, seperti kegemarannya menonton konser
band-band ternama luar negeri. Padahal kita tahu media infotainment bertugas
untuk meliput aktivitas para selebiritis atau pelaku dunia hiburan. Hal itu
juga semakin menunjukan bahwa ada upaya untuk menjadikan Jokowi sebagai pejabat
yang nyeleb. Meskipun mungkin
sebetulnya yang bersangkutan sama sekali tidak memiliki keinginan ke arah itu.
Tidak mengherankan jika kemudian
dalam beberapa survei tentang popularitas Calon Presiden 2014, Jokowi selalu
berada di urutan teratas. Kita tentu bangga bila Jokowi dikenal oleh masyarakat
karena kinerja baiknya sebagai pemimpin atau pejabat publik. Tapi, menjadi
sebuah ironi jika masyarakat mengenal Jokowi sebagai sosok pejabat yang gemar
nonton konser karena pemberitaan terhadpnya yang sangat berlebihan.
Di bagian penutup tulisan ini
penulis secara khusus meminta kepada media agar melakukan pemberitaan terhadap
Jokowi atau siapa pun secara proporsional. Jangan sampai esensi sepak terjang
Jokowi yang memberikan teladan baik kepada pemimpin lain justru menjadi kabur
karena pemberitaan yang lebay. Juga
jangan sampai terjadi lagi ketika Jokowi blusukan,
masyarakat bukannya memaparkan masalah yang sedang dialami ataupun tuntutan
kesejahteraan yang ingin dicapai justru malah sibuk meminta bersalaman dan foto
bersamanya. Itu juga sebuah ironni. Ingat, Joko Widodo adalah seorang Pemimpin
Provinsi DKI Jakarta, bukan selebritis!
Tulisan ini juga dipost di http://politik.kompasiana.com/2013/09/20/selebritisasi-pejabat-publik-594238.html