Jumat, 30 November 2012

Tips Mengatasi Kebuntuan Inspirasi untuk Menulis




            Kebuntuan inspirasi untuk membuat sebuah tulisan merupakan sesuatu yang wajar. Karena seorang penulis profesional sekaliber Andrea Hirata, Ahmad Fuadi, ataupun Raditya Dika pasti pernah mengalami kebuntuan dalam  menulis. Berikut ini akan disampaikan beberapa tips untuk mengatasi kebuntuan dalam membuat tulisan, diantaranya:
1.      Jeda sesaat (tidak memaksakan). Hal ini dilakukan untuk menghindari kefrustasian karena tidak kunjung mendapatkan inspirasi untuk membuat tulisan. Kita bisa sejenak merileks-kan pikiran dengan membuat secangkir kopi, mendengarkan musik, membaca novel, mengambil wudhu dan sholat, membaca novel, dan lain-lainnya. Yang penting apa yang kita lakukan itu bisa sejenak membuat pikiran kita fresh kembali.
2.      Berpikir out of the box. Biasanya kebuntuan inspirasi untuk membuat tulisan terjadi karena kita terus berkutat dalam satu atau beberapa hal tema tulisan yang kita gemari. Untuk itulah kita harus berani mencari hal-hal menarik lain yang biasanya tidak kita pikirkan dan tulis.
3.      Sharing dengan sahabat terdekat. Seorang sahabat biasanya adalah orang yang sangat mengenal karakter kepribadian kita. Untuk itulah kita bisa berbagi cerita tentang masalah yang tengah dihadapi. Paling tidak, untuk sejenak kita bisa meringankan beban pikiran dengan menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi.
4.      Lakukan lah kegiatan yang menjadi kegemaran (hobi) anda yang mungkin sudah lama tidak dilakukan. Boleh jadi setelah melakukan kegiatan yang anda gemari tersebut akan memicu inspirasi baru untuk membuat sebuah tulisan.
5.      Gunakan media berbeda. Jika biasanya anda membuat karya dengan mengetik di sebuah laptop atau PC, maka cobalah untuk sementara anda menggunakan note kecil dan sebuah pulpen. Mungkin ketika inspirasi datang dan anda tidak sempat untuk membuka laptop atau PC, note dan pulpen tersebut merupakan solusinya.
6.      Berdoa sebelum menulis. Sebagai makhluk Allah SWT, tiada lain kita diciptakan agar selalu beribadah kepada-Nya. Bentuk ibadah tersebut tentu tidak hanya solat, membaca Al-quran, atau puasa, melainkan segala kegiatan positif  bisa dijadikan sebagai sarana ibadah kita kepada Allah dengan syarat kita niatkan hanya karena Allah (lillah). Begitupun dalam menulis, ketika kita niatkan itu sebagai sarana ibadah kepada Allah, insyaAllah kita akan senantiasa dilimpahi rahmat dan karunia-Nya sehingga kita dipermudah dalam membuat dan juga mempublikasikan karya-karya kita. Aminn.
Wallahualam.

(Mohamad Rian Ari Sandi)

Senin, 26 November 2012

ISLAM DAN DEMOKRASI


(part #2)
Seperti apa Islam memandang perbedaan mendasar antara demokrasi dan Islam tentang pemegang kekuasaan? Asas demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan sama sekali tidak bertentangan dengan asas Islam yang mengatakan konstitusi tertinggi dipegang oleh Allh (hakimiyatullah). Tetapi maksud bahwa kekuasaan tertinggi di tangan rakyat adalah sebagai antitesiskekuasaan di tengah perorangan (diktator).
Jadi, tidak tepat mempertentangkan antara hakimiyatullah dengan kekuasaan Allah. Para pelaku demokrasi pun tidak bersikeras mempertentangkan dan mempersoalkan bahwa kekuasaan di tangan syariat, tapi mereka menentang habis-habisan jika kekuasaan dipegang oleh seorang penguasa yang tirani dan diktator. Konsep politik Islam sesuai dengan prinsip demokrasi yang menentang kediktatoran dan tirani. Di dalam Al-Quran disebutkan. “Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah; bila dia menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan (Al-Qashash: 4).”
Bahkan Al-Quran tidak hanya menentang kediktatoran, tapi juga mencela masyarakat yang hanya mau mengekor kepemimpinan para diktator. Itu artinya prinsip politik Islam, yaitu syura yang menentang kediktatoran dapat masuk dalam sistem demokrasi yang sama-sama menentang kediktatoran. Tapi orang masih sering salah paham terhadap konsep kekuasaan konstitusi tertinggi ada di tangan Allah dengan cara mempertentangkannya dengan demokrasi, yaitu dengan mengatakan ‘tidak ada hukum selain hukum Allah’. Kalimat ini betuk, memang betul. Akan tetapi, Ali bin Abi Thalib  mengatakan bahwa itu adalah kalimat yang benar akan tetapi sering dipahami denga cara yang salah dan penerapan yang sempit pula. Lafalnya benar, karena Allah sendiri berfirman, “Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah (Yusuf: 40).” Tapi kemudian tidak berhenti sampai di situ, karena Ali mengkritiknya dan mengatakan bahwa maksud mereka salah dalam memahami kalimat itu. Ali mengajarkan bahwa ayat itu tidak menghalangi sama sekali terhadap seluruh usaha manusia dalam berijtihad dalam menyeleseikan sebuah urusan, dengan alasan tidak hukum selain hukum Allah. Sebab, hal-hal yang tidak jadi domain manusia hanyalah hal-hal yang tsawabit. Sedangkan urusan sistem politik, seperti demokrasi adalah hal yang berarti mutaghayyir dan tidak berarti bertentangan dengan hakimiyatullah.
Masih ada lagi hal lain yang sering diperdebatkan yaitu sistem demokrasi yang menggunakan suara mayoritas. Mereka mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem impor dari barat, yang tidak ada ikatan sama sekali dengan Islam dan tidak boleh diterapkan di negara berpenduduk muslim. Dalam demokrasi kebenaran adalah suara mayoritas, seperti gay di Belanda yang legal karena konstitusi melindungi. Sedangkan  dalam Islam ukurannya bukan pada jumlah pendukung tapi pada esensi persoalan, apakah itu benar atau salah. Sebuah argument yang didukung satu orang tetaplah benar jika argument itu benar walaupun bertentangan dengan pendapat mayoritas.
Apakah seperti itu pertentangan yang terjadi dalam kebenaran meyoritas? Apakah Islam sama sekali tidak mempunyai konsep dalam kebenaran dan mayoritas? Dan apakah demokrasi tidak bisa digunakan dalam penduduk yang mayoritas muslim karena ketidaksesuaian ini?  To be continued… (Intan KP)

Jumat, 23 November 2012

Kenakalan Remaja

(Artikel ini diambil dari tugas kuliah penulis dalam mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.)

a. Jenis-jenis atau bentuk-bentuk kenakalan remaja

Ada beberapa pendapat mengenai beberapa bentuk dari kenakalan remaja,yaitu: pertama, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ;
 (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit.
(2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai sepera motor tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa ijin.
 (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll.
Kedua, menurut Sudarsono (1995:13) yang termasuk kenakalan siswa atau remaja meliputi:
(1) Perbuatan awal pencurian meliputi perbuatan berkata bohong dan tidak jujur.
(2) Perkelahian antar siswa termasuk juga tawuran antar pelajar.
(3) Mengganggu teman.
(4) Memusuhi orang tua dan saudara, meliputi perbuatan berkata kasar dan tidak hormat pada orang tua dan saudara;.
(5) Menghisap ganja, meliputi perbuatan awal dari menghisap ganja yaitu merokok;
(6) Menonton pornografi; dan
(7) Corat-coret tembok sekolah
Ketiga, Hurlock (1973) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja
terbagi dalam empat bentuk, yaitu:
(1) Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.
(2) Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti merampas, mencuri, dan mencopet.
(3) Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.
(4) Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai
motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam
Keempat, Jensen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan remaja menjadi empat bentuk yaitu:
(1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.
(2) Kenakalan yang meninbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain- lain.
(3) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.
(4) Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah
            Dari beberapa pendapat di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk kenakalan remaja diantaranya ialah:
(1)    Kenakalan berdampak kecil, diantaranya berkata bohong, curat-coret tembok, dan bolos sekolah.
(2)    Kenakalan berdampak sedang, diantaranya ialah menonton pornografi, melawan orang tua, berkelahi dengan teman, nekat mengendarai motor tanpa memiliki SIM, dan lain-lain.
(3)    Kenakalan berdampak besar, diantaranya ialah hubungan seks bebas, mengkonsumsi obat-obat terlarang, dan mencopet atau merampok.


b. Penyebab Kenakalan Remaja
Menurut Sudarsono (125-131) kenakalan siswa (remaja) yang sering terjadi di dalam sekolah dan masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri  Artinya suatu perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja ada hal-hal yang menjadi penyebabnya, diantaranya ialah:


(1) Sosialisasi di dalam keluarga yang kurang sempurna
Keluarga merupakan tempat pertama seorang anak belajar bersosialisasi.  Penanaman nilai-nilai dan norma kehidupan terutama masalah agama yang paling fundamental seharusnya dilakukan di lingkungan keluarga. Karena ketika sosialisasi di dalam keluarga dilakukan dengan baik maka itu akan menjadi bekal bagi seorang anak sebagai tameng awal dalam menjalani kehidupan berikutnya. Namun di zaman ini seringkali fungsi itu sudah banyak tidak dilakukan oleh para keluarga. Akibatnya, ketika seorang anak beranjak memasuki usia remaja ia tidak siap dengan berbagai hal negatif. Ia cenderung menerima atau melakukan hal-hal negatif tersebut, karena memang dia sebelumnya tidak menerima arahan tentang bagaimana seharusnya berperilaku sesuai dengan nilai dan norma kehidupan. Papalia,Olds dan Feldman (2001 : 474 )  memaparkan sebagai berikut, ”Parent cronic deliquent often failed to reinforce good behavior in early childhood and were harsh or inconsaistent, or both, in punishing misbehavior.” Pendapat senada dikemukakan Mustafit Amna (2002 : 2) yang mengatakan faktor keluarga penyebab kenakalan anak adalah perhatian dan penghayatan dan pengamalan orang tua atau keluarga terhadap agama. Nelson, Rutter, dan Giller dalam Easler dan Medway (2004:74) juga mengatakan. ” …. Antisocial behaviors resulf from socialization processes at home or in peer group.” Dua pendapat tesebut menyoroti bahwa kenakalan remaja merupakan hasil dari ketidakberesan sosialisasi di dalam keluarga.

(2) Peran Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan seyogianya merupakan tempat sosialisasi kedua setelah keluarga. Artinya, di dalam lembaga pendidikan lah seharusnya kepribadian anak lebih terbentuk baik dari sisi intelektual, emosional, ataupun spiritual. Tapi lembaga pendidikan akan menjadi tempat awal ataupun tempat lanjutan dari perilaku menyimpang seorang anak manakala lembaga pendidikan tersebut kurang mampu mendidik anak dengan baik. Banyak terjadi seorang anak yang pada awalnya adalah anak baik-baik karena dididik dengan baik oleh keluarganya berubah menjadi anak yang nakal setelah masuk ke dalam sebuah sekolah karena berbagai sebab, ataupun seorang anak yang memang sudah memiliki karakter nakal justru semakin bertambah kenakalannya ketika kondisi sekolah memang memungkinkan itu terjadi.
Misalnya saja dalam hal perkelahian yang terjadi diantara para siswa. Sri Jayantini (2004:3)  mengatakan sifat anak yang selalu ingin mengungguli temannya dengan cara menekan atau mengancam bila dibiarkan saja, memberikan peluang bagi anak untuk menyelesaikan setiap masalah dengan cara kekerasan. Ini merupakan salah satu bentuk kenakalan anak. Tidak dipungkiri di dalam sebuah lembaga pendidikan akan selalu terjadi persaingan antara siswa, baik itu dalam hal akademik atau non-akademik. Sekolah khususnya guru harus bisa mengelola persaingan itu dengan baik agar persaingan yang terjadi berjalan dengan sehat. Bila guru tidak bisa mengelola persaingan yang ada di antara siswa dengan sebagaimana mestinya maka yang terjadi kemudian bisa saja terjadi konflik yang berujung pada kekerasan.

(3) Lingkugan Masyarakat
            Kondisi lingkungan masyarakat yang kurang baik sangat berpengaruh juga terhadap kenakalan remaja. Bahkan boleh dikatakan bentuk kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh para remaja sebagian besar dilakukan dilakukan di dalam lingkungan masyarakat. Namun yang terjadi sekarang ini nilai dan norma sudah banyak tidak dipatuhi oleh masyarakat, sehingga fungsi kontrol sosial menjadi lemah. Misalnya, dulu perilaku berdua-duaan antara remaja laki-laki dan wanita merupakan hal yang dianggap tabu oleh masyarakat, sehingga ketika ada remaja laki-laki dan wanita yang berdua-duaan akan langsung mendapatkan sanksi dari masyarakat, baik itu berupa teguran langsung ataupun pergunjingan. Tapi sekarang, perilaku tersebut seolah sudah dianggap biasa oleh masyarakat, jarang ada teguran ataupun gunjingan, akibatnya kasus anak hamil di luar nikah karena perilaku seks bebas sangat marak sekali terjadi.

(4) Masalah Ekonomi
Tidak dapat dipungkiri lagi masalah ekonomi dapat menjadi penyebab kenakalan remaja terjadi. Apalagi saat ini era globalisasi telah membawa kehidupan manusia ke arah yang semakin hedonis. Tak pelak, remaja yang sangat mudah terpengaruhi dan ingin mencoba hal-hal baru akan berbuat kriminal ketika suatu keinginannya tidak terpenuhi karena terkendala keterbatasan ekonomi.


(5) Pengaruh Media Massa
Grochowski (2002:340) mengatakan, ”The perception of crime is the product of the Media ”Multiplied” by the ”Additive” effects of the political economy and cultur over time.” Artinya salah satu persepsi tindakan kriminal merupakan akibat dari produk media yang diperparah oleh kondisi ekonomi dan politik yang kurang baik. Kita bisa lihat saat ini bagaimana sajian-sajian media terutama televisi lebih banyak mengumbar hal-hal negatif, seperti tayangan kekerasan, pornografi, gaya hidup mewah, dan lain-lain. Padahal, televisi merupakan media hiburan yang paling banyak dinikmati oleh masyarakat termasuk para remaja.
(6) Pengawasan yang lemah dari pemerintah
            Pemerintah harus bertanggungjawab terhadap kerusakan moral remaja yang terjadi saat ini. Sebagai pemegang kekuasaan dalam menentukan berbagai kebijakan sebetulnya pemerintah bisa mencegah berbagai hal yang dapat menyebabkan timbulnya kenakalan remaja, tetapi saat ini pemerintah cenderung tidak peduli terhadap kerusakan moral remaja..  

c. Langkah yang dapat diambil oleh seorang pendidik untuk mengatasi atau mengurangi kenakalan remaja
(1) Belajar memahami bagaimana proses perkembangan dari peserta didik
            Hal ini penting, agar dalam mendidik siswa kita tidak salah dalam memberikan materi pelajaran dan nasihat-nasihat moral, karena setiap remaja mempunyai karakteristik perilaku khasnya masing-masing.

(2) Melek Informasi dan perubahan-perubahan sosial budaya yang terjadi di sekeliling
            Seorang guru haruslah tahu apa saja yang dapat berpotensi menyebabkan kenakalan remaja baik itu yang berasal dari pengaruh teknologi informasi komunikasi ataupun kondisi lingkungan masyarakat yang kurang baik. Agar guru bisa melakukan pencegahan sedini mungkin ataupun menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencegah atau mengatasi kenakalan remaja.

(3) Melakukan razia secara berkala tapi tidak terjadwal dengan runut
            Bukan rahasia jika ketika pergi ke sekolah selain membawa buku banyak juga siswa yang membawa barang-barang yang semestinya tidak dibawa dan dimiliki. Dimana dari barang-barang tersebut berpotensi menimbulkan perilaku-perilaku yang menyimpang dari para siswa. Setidaknya kegiatan razia ini dapat mengurangi atau meminimalisir kenakalan remaja.

(4) Mengetahui latar belakang siswa dan menjalin komunikasi dengan orang tua siswa
            Ini sangatlah penting untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku siswa. Jika seorang guru mengetahui dengan baik latar belakang siswa dan kemudian menjalin komunikasi intensif dengan orang tua akan memudahkan dalam mendidik anak. Masalah-masalah yang muncul dari seorang anak akan mudah terdeteksi penyebabnya dan lebih mudah pula dalam penyelesaiannya.

(5) Menjalin kedekatan dengan siswa, terutama siswa yang bermasalah
            Selama ini siswa nakal seringkali dikucilkan oleh para guru. Memang naluriah jika kita tidak menyukai kepada orang yang berbuat onar, namun bila yang dihadapi adalah seorang murid, maka ceritanya lain lagi. Banyak siswa yang jusru malah semakin berbuat nakal karena perlakuan guru kepadanya yang tidak seharusnya. Untuk itulah, guru harus benar-benar bisa bersabar terhadap kenakalan yang dilakukan oleh para siswa dan mendekati mereka secara personal agar mau berbagi cerita tentang masalah yang membuat mereka berperilaku nakal. Biasanya siswa nakal ketika mendapat perhatian lebih dari seorang guru karena kedekatannya akan merasa segan untuk mengulangi perilaku nakalnya.

(6) Memberikan teladan yang baik kepada para siswa
            Inilah yang seringkali dilupakan oleh para guru. Menasihati tanpa meneladani malah membuat siswa tidak simpati. Bahkan siswa bisa saja berbuat lebih salah dari contoh yang salah dari seorang guru, sesuai pepatah “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”. Untuk itulah, sebagai seorang guru harus senantiasa menyadari bahwa perilakunya akan selalu digugu dan ditiru oleh anak didiknya, sehingga akan selalu berperilaku baik dan meminimalisir perilaku-perilaku yang kurang baik.

Sumber:

- Kartini Kartono. 2003. Patologi Sosial, Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Papalia, D.E., Olda, S.W., & Feldman, R.D. 2001. Human Development. New York : McGraw – Hill Companies.
- Sudarsono. 1995. Kenakalan Remaja : Jakarta : Rineka Cipta.
- http://siswatibudiarti.wordpress.com/2010/12/23/kenakalan-remaja-bentuk-penyebab-dan-cara-mengatasinya/

(Mohamad Rian Ari Sandi)