Sabtu, 17 November 2012

Politisi Cerdas, Cermat Amati Politik APBN


Berapa APBN kita tahun 2012? Menurut Pidato Presiden RI pada tanggal 16 Agustus 2012 mengatakan bahwa “… RAPBN Tahun Anggaran 2012 beserta Nota Keuangannya disusun sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara  yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sebagaimana diamanatkan pula oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka RAPBN 2012 disusun dengan berpedoman pada Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-pokok Kebijakan Fiskal, dan   Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012. Penyusunan RAPBN tahun 2012 juga memperhatikan saran dan pendapat DPR-RI, serta pertimbangan DPD-RI, yang disampaikan dalam Forum Pembicaraan Pendahuluan beberapa waktu yang lalu. Dipertimbangkan pula perkembangan ekonomi terkini, baik domestik maupun internasional, serta sasaran-sasaran jangka menengah yang ingin dicapai seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014. …… Berdasarkan tema RKP Tahun 2012, kita tetapkan 11 prioritas nasional, yaitu: (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan;  (5)  ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan iklim usaha;  (8) energi; (9)  lingkungan hidup dan pengelolaan bencana;  (10) daerah tertinggal, terdepan, dan pasca-konflik;  serta (11) kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi……. Dengan rambu-rambu dan kerangka pengelolaan kebijakan fiskal itulah, dalam RAPBN Tahun 2012 pendapatan negara dan hibah direncanakan mencapai Rp1.292,9 triliun. Jumlah ini naik sebesar Rp123,0 triliun atau 10,5 persen dari target pendapatan negara dan hibah pada APBN-P Tahun 2011 sebesar Rp1.169,9 triliun. Sementara itu, belanja negara direncanakan mencapai Rp1.418,5 triliun, naik Rp97,7 triliun  atau 7,4 persen dari pagu belanja negara pada APBN-P Tahun 2011 sebesar Rp1.320,8 triliun. Dengan konfigurasi ini, pada RAPBN 2012, kita berhasil menekan defisit anggaran menjadi 1,5 persen terhadap PDB.” Jadi RAPBN Indonesia adalah kurang lebih 1.2 triliyun pada tahun ini atau sekitar 1.200 milyar.
Banyak kan yaaa APBN negara kita? Kita patut bersyukur hidup di negara yang kaya. Kaya akan segala hal. Mau apa saja bisa. Lihat saja orang-orang bule pada datang ke Indonesia untuk mencari peruntungannya, jadi artis atau model. Laku kan yee? Siapa yang tau di negeri asalnya di orang biasa-biasa aja. Kita tahukan di barat sana sedang terjadi krisis ekonomi. Amerika saja dilanda krisis. Makanya pada datang ke Indonesia, habis Indonesia menggiurkan sih.
Kita tahu dari APBN itu 20% adalah untuk alokasi pendidikan. Namun lagi-lagi sikap kirits kita harus dibangkitkan lagi. Untuk kesekian kalinya kita harus cermat terhadap regulasi dana APBN untuk pendidikan. Terlebih jika kita adalah mahasiswa pendidikan, praktisi pendidikan, pemerhati pendidikan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Mari kita cermati sama-sama pengucuran APBN untuk pendidikan ini.
Di Indonesia kita mengenal adanya tiga tipe kepemilikan perguruan tinggi. Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), dan Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK).  Menurut Jusman Dalle, 80% dana pendidikan dari APBN mengalir ke PTK. Padahal seyogyanya PTK mendapat dana dari kementrian yang membawahinya. Contoh, IPDN yang berada di bawah Kemendagri mendapat mendapat dananya justru dari alokasi 20% APBN untuk pendidikan. Sedang 20% sisanya untuk pendidikan di luar PTK. Tentu hal ini sangat tidak sesuai dan tidak adil.
Disamping masalah ketimpangan alokasi dana pendidikan, masalah APBN yang lainnya adalah sumber didapatnya APBN. Sektor pajak. Sektor pajak adalah lahan utama RAPBN. Penyumbang dana terbesar adalah dari pajak, bukan pemberdayakan potensi SDM dan SDA yang ada di Indonesia. Jika seperti itu, tak ubahnya pemerintah seperti orang yang meminta-minta. Menyedot dan ‘memberdayakan’ uang rakyat. Kebijakan ini adalah kebijakan intern atau kebijakan ke dalam.
Pemerintah sebenarnya harus melakukan ekstensifikasi RAPBN bukan intensifikasi. Intensifikasi berarti rakyat adalah ‘sapi perah’nya pemerintah. Karena setiap tahun harus menyetor uang pada pemerintah. Sedang ekstensifikasi berarti memberdayakan. Artinya, jika saja pemerintah mampu mengatur regulasi dan kapabiltas sistem politik dan ekonomi di Indonesia, tentu beban masyarakat membayar pajak akan berkurang. Sehingga hal ini akan berdampak pada kesejahteraan rakyat. Pada saat pemerintah mampu meciptakan lapangan pekerjaan sebagai langkah ekstensifikasi APBN, maka secara otomatis akan menyerap tenaga kerja dari masyarakat. Dengan demikian, perlahan angka pengangguran akan berkurang dan pertumbuhan ekonomi pun akan meningkat.  (Intan KP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar