Minggu, 18 November 2012

Membantu Orang untuk Menang



Oleh: Mohamad Rian Ari Sandi

            Salah satu hal yang paling sulit sebagai seorang manusia adalah meredam naluri egois untuk menjadi orang yang berada di puncak kemenangan. Tapi, bagi seorang pemimpin, tugasnya bukanlah mencapai puncak dengan tangan dan kakinya sendiri, melainkan memastikan tim meraih kemenangan dan semua anggota tim merasa mereka semua telah menjadi pemenang. Ada sebuah kisa yang penulis ambil dari buku 25 Ways to Win With People karangan John C Maxwell tentang pengorbanan seorang pemimpin meredam naluri egoisnya.
            Pada 1984, Lou Whittaker memimpin tim Amerika pertama untuk mendaki Puncak Everest. Setelah berbulan-bulan berusaha mati-matian, lima anggota tim berhasil mencapai tempat perkemahan terakhir pada ketinggian 8.230 meter di atas permukaan laut. Dengan sisa ketinggian 610 meter lagi yang harus dicapai, Whittaker terpaksa membuat sebuah keputusan sulit. Ia tahu betapa termotivasinya kelima pendaki yang ada untuk berdiri di titik puncak tertinggi Bumi ini, tetapi, dua orang di antara mereka harus kembali ke kamp terdahulu untuk mengambil persediaan makanan, air, dan oksigen, dan kemudian kembali ke kamp yang sekarang. Setelah menyelesaikan tugas, kedua pendaki itu akan berada dalam kondisi yang tidak layak untuk melakukan pendakian. Pendaki lainnya harus tetap tinggal di kamp pada hari itu untuk mempersiapkan pendakian terakhir.
            Keputusan pertama yang harus dibuat Whittaker adalah tetap tinggal di kamp 8.230 meter itu untuk melakukan koordinasi kegiatan tim. Keputusan berikut adalah mengirim dua pendaki terkuat untuk turun mencapai perbekalan, dan keputusan itulah yang lebih berat. Dua pendaki yang lebih lemah akan beristirahat, memulihkan kekuatan mereka dan mendapat kehormatan mendaki ke puncak.
            Ketika ditanya mengapa ia sendiri tidak melakukan pendakian ke puncak, jawabannya menunjukan pemahamannya akan manusia dan kuatnya kepemimpinannya. Ia berkata, “Tugas saya adalah menempatkan orang lain di puncak tertinggi”. Dan Maxwell berkomentar , “Whittaker mengerti bahwa ketika orang membuat keputusan yang tepat untuk membantu tim, semua orang akan menang”.
            Kita bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut. Bagaimana seorang pemimpin harus mengambil sebuah keputusan cepat dan tepat ditengah kondisi yang sangat sulit. Dia harus meredam keegoisannya untuk menginjakan kakinya di puncak tertinggi, dan dia pun harus memilih orang yang tepat untuk mengambil perbekalan agar semuanya tetap bisa bertahan hidup sekaligus menentukan orang yang juga tepat untuk melakukan pendakian terakhir ke puncak tertinggi. Tentu bukan hal mudah pula untuk memilih orang yang harus turun membawa perbekalan, karena semua anggota tim memiliki hasrat untuk mendaki ke puncak tertinggi. Di situlah seorang pemimpin harus betul-betul bisa meyakinkan kepada anggota tim yang dipilih, bahwa untuk memenangkan perjuangan yang sedang mereka lakukan harus ada pihak yang rela berkorban.  Karena pada akhirnya, kemenangan bukan hanya milik dua pendaki yang melakukan pendakian terakhir, tetapi kemenangan menjadi milik mereka semua. Jiwa pengorbanan sang pemimpin dan jiwa pengorbanan dua orang yang turun membawa perbekalan “turut serta” menyatu bersama jiwa dua pendaki yang melakukan pendakian terakhir untuk berdiri di puncak tertinggi di bumi.  
           

1 komentar: