Selasa, 25 Desember 2012

DILEMA SUPIR ANGKOT


Aku jadi tumbal satu jam menunggu, sebel minta ampun. But, is ok when I see that the driver need a money for him family. Oh God!
Di kota Bandung, bukan hal yang sulit mencari angkot, tanpa ditunggu pun pasti datang ko angkotnya. Lain hal dengan di desa, yang harus menuggu sampai satu atau dua jam menanti angdes (angkutan desa). Permasalahannya kini adalah saking mudahnya menemukan angkot untuk kita naiki justru menciptakan masalah baru (haduuh kayanya kalau harus soal masalah rasanya memang tiada berujung ya, tapi tak apalah untuk instrospeksi oke sobat? ;) ). Bagaimana tidak, kita bisa katakan jumlah angkutan umum berjenis angkot begitu membludak memenuhi setiap sudut mata dan sudut jalan Kota Bandung. Sehingga sering kita menyaksikan setiap tikungan penuh angkot dan mereka ngetem dan itu membuat macet. Benar tidak? Mungin sedikit dapat dibenarkan, bahwa banyaknya angkot juga merupakan sumbangsih kemacetan di Kota Bandung kian hari kian menyerupai Jakarta. Iiiih serem.
Jika hal seperti ini didiamkan terus menerus, maka akan tiba suatu masa dimana semakin banyak armada angkot maka tingkat kesejahteraan sopir menurun , mengapa bisa berbanding terbalik? Akan saya jelaskan.
Dahulu saat angkutan kota masih jarang, penumpang harus pintar-pintar mengatur waktu agar bisa kebagian duduk di angkot, karena terlambat berarti ia harus menunggu lebih lama untuk dapat tumpangan. Sekarang, angkot sudah banyak dan keadaan menjadi terbalik, bukan lagi penumpang yang harus menunggu angkot itu datang, tapi para sopir yang menunggu penumpang. Itulah yang membuat banyak orang kesal dengan angkot. Padahal angkot adalah sarana yang merakyat, tapi pelayanan armada yang satu ini di satu waktu bisa tidak menyenangkan. Alias ngetem.
Ngetem memang kewenangan sopir, tapi jika ngetemnya kelamaan bagaimana penumpang tidak kesal? Bayangkan jika ngetem sejam? Saya saja kesal saat itu, harus menunggu angkot penuh padahal saya harus seger pulang ke kosan karena ada keperluan yang amat penting, dan saya tak bisa berpindah angkot karena angkot yang lainpun sama akan ngetem juga. Walhasil, dari pukul 16.15 saya naik angkot, angkotnya baru jalan pukul 17.15. BETE !!!
Waktu kita tak sekedar diam di angkot, tapi bagaimana lagi? Di sela-sela saya nunggu penumpang lain agar angkot itu penuh (ini jadi cerita pengalaman ya, hehe) sang sopir bercerita kepada temannya yang juga sopir. Mereka mengeluhkan semakin sedikitnya muatan yang bisa mereka angkut sementara setoran 90 sampai 100 ribu perhari tidak bisa dinegosiasi. Mau jalan bingung tidak jalan juga nanti mereka dapat uang darimana. Apalagi sekarang Bandung sedang ditinggal oleh mahasiswa, yang notabene langganan setia angkot. Karena ini sedang pekan tenang menjelang UAS. Mahasiswanya sedang pulang kampong. Jadi para sopir kehilangan banyak omset penumpang. Ini dilema terberat untuk seorang sopir angkot.  Semuanya serba nanggung. Mau jalan tanggung kalau penumpang cuma seorang, gak jalan juga tanggung udah nyampe tengah-tengah. Kasian kalau udah seperti itu.
What can I do for you?
Untuk menekan pertumbuan jumlah armada yang beroperasi, tidak mungkin kita melakukan ‘pemusnahan masal’ setiap angkot. Yang bisa kita dan pemerintah lakukan adalah menstop penambahan armada. Tidak boleh lagi ada penambahan jumlah angkot untuk setiap jurusan, ini akan mengurangi beban bagi sopir, pengusaha dan pemerintah. (Intan KP)

1 komentar:

  1. Salah satu faktor juga kenapa mereka ngetem adalah makin banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi, apalagi kredit motor sekarang DP nya murah, bisa jadi armada dari dulu tidak bertambah, atau mungkin sudah berkurang, tapi karena penumpang semakin sedikit karena beberapa faktor, akhirnya mereka dengan sangat terpaksa banyak "ngetem" dan Bandung pun macettt.
    M Rian Ari Sandi
    :D

    BalasHapus