Sabtu, 15 Desember 2012

Lain Andi lain Aceng







Indonesia kembali dilanda kegaduhan politik, yang paling menonjol akhir-akhir ini adalah yang diakibatkan oleh dua tokoh politik, Andi Alfian Mallarangeng dan Aceng HM Fikri. Sepak terjang kedua tokoh ini menjadi sorotan publik. Andi ditetapkan sebagai tersangkan kasus megaproyek Hambalang, sedangkan Aceng nikah siri dengan wanita belia dan menceraikannya di hari keempat pernikahan melalui pesan singkat (SMS).
                Sebagai public figure tak ayal apa yang terjadi kepada mereka menjadi sorotan publik, mau tidak mau, suka tidak suka. Tapi lain Andi dan lain Aceng. Andi Alfian Mallarangeng mendapatkan pujian dari masyarakat atas sikap gentle men nya yang langsung mengundurkan diri sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olahraga ketika mengetahui dirinya dicekal bepergian ke luar negeri sekaligus ditetapkan sebagai tersangka. Sikap Andi dinilai sebagai contoh yang harus ditiru oleh pejabat publik lainnya yang juga tersangkut masalah hukum. Padahal status Andi barulah tersangka, belum sepenuhnya terbukti bersalah. Tapi karena merasa harus mempertanggungjawabkan secara moral amanah yang diembannya, dan juga tidak mau menghambat efektivitas Kabinet Indonesia Bersatu II, Andi memilih untuk meletakan jabatannya. Sontak saja publik mengacungkan jempol atas sikap Andi.
                Lalu bagaimana dengan Aceng HM Fikri? Yang terjadi justru berbanding terbalik dengan Andi Mallarangeng. Jika Andi mendapatkan apresiasi, maka Aceng malah makin dicaci maki. Bukan saja atas perilakunya menikahi siri anak dibawah umur dan menceraikannya di hari keempat pernikahan melalui pesan singkat, tapi juga pernyataan-pernyataannya ketika diwawancara awak media di berbagai kesempatan yang sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik. Tak pelak, publik semakin dibuat geram atas perilaku dan perkataan-perkataan yang dilontarkan Aceng. Gelombang protes warga Garut yang memintanya mundur dari jabatannya sebagai Bupati Kabupaten Garut semakin besar. Namun Aceng tetap bergeming, ia tidak mau begitu saja “menceraikan” jabatan yang tengah diembannya.
                Dua tokoh, dua kasus, dan dua pertanggungjawaban yang berbeda, semestinya menjadi sebuah pembelajaran politik yang harus bisa dimaknai secara arif oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk juga elit-elit politik. Siapapun yang karena posisi atau peran yang dimiliki menjadikannya sebagai public figure, haruslah senantiasa memberikan contoh dan teladan yang baik kepada masyarakat. Tindak-tindak perilakunya akan senantiasa menjadi konsumsi publik, mau tidak mau, dan suka tidak suka. Maka, sudah semestinya siapapun dia, harus selalu memberikan teladan yang baik kepada masyarakat. Ketika berbuat salah, akui secara gentle kesalahan tersebut dan bertanggungjawablah sebagai mana seharusnya, setidaknya dengan begitu publik akan sedikit memberi pengampunan. Namun ketika berbuat salah tidak mau mengaku salah, dan bahkan menambah kesalahan, tentu publik akan semakin marah dan meluapkan kemarahannya dengan berbagai bentuk. 
sumber gambar: http://www.edueast.info/wp-content/uploads/2012/11/Andi-Mallarangeng.jpg
                           http://banjarmasin.tribunnews.com/2012/12/09/di-rumah-sakit-keberadaan-aceng-terkesan-disembunyikan

(Mohamad Rian Ari Sandi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar