Sabtu, 22 Desember 2012

PROSESI KEMATIANKU

Saat nanti orang melewati kuburanku dan membaca nisanku, aku ingin orang berkata: “Inilah orang yang mengukir sejarah dengan tinta emas”
Bukan persoalan kapan kita meninggal. Karena setiap orang pasti meninggal. Tapi yang jadi soal adalah bagaimana dan dalam keadaan apa kita meninggal. Apakah kita akan meniggal dalam keadaan sedang shalat, sedang berdzikir, sedang tertawa, khusnul khatimah atau su’ul khatimah (untuk su’ul khatimah naudzubillah).
Pernahkah terpikir dalam benak sahabat semua tentang kita seandainya kita bisa melihat prosesi pengurusan jenazah sendiri? Seandainya kita diberi kesempatan untuk menyaksikan bagaimana jenazah kita dimandikan, dikafani, dikuburkan sampai akhirnya kita ditinggal sendiri di dalam kubur yang gelap, apa yang akan kita rasakan?  Sedih? Iya. Karena kita akan benar-benar sendiri di tempat yang amat gelap. Tapi lebih dari itu, ada yang lebih ingin saya tau sebenarnya saat kita diberi kesempatan oleh Allah untuk melihat prosesi penguburan jenazah sendiri. Apa yang dirasakan orang lain tatkala kita pergi. Sedih, menangis, terharu, biasa saja, atau bahkan bersyukur atas kepergian kita? Semua bergantung pada perilaku keseharian kita selama kita hidup. Jika kita adalah orang yang menyenangkan dan tidak membuat orang tidak nyaman dengan kita dan kita jarang membuat masalah dengan orang lain, maka bukan tidak mungkin kita akan dikenang sebagia orang yang baik. Namun jika selama kita hidup kita sering membuat hati orang lain terluka, mempermainkan orang lain dan berbuat seenak perut hingga membuat orang lain terdzalimi, maka bukan tidak mungkin pula kita akan dikenang sebagai orang yang sering berbuat dosa. Naudzubillah.
Ingin seperti apa kita dikenang orang saat nyawa telah terpisah dari raga? Orang shaleh, baik, pemurah, tawadhu? Tinggal pilih mau yang mana, asal ikhlas. Karena syarat benarnya suatu amal adalah jika ikhlas dan benar. Untuk berbuat sesuatu amalan lurus sajalah, jangan pikirkan efek dulu. Beramal, lupakan. Beramal, lupakan. Jangan diingat-ingat amal baik yang telah kita perbuat. Biarlah Allah yang memberi reward kelak. Kita hanya berusaha sebaik mungkin menjalani amanah, yaitu titipan harta dan jiwa.
Jikalau kita diberi waktu oleh Sang Maha Pemurah untuk menyaksikan proses pengurusan jenazah kita sendiri, maka hati akan berdesir melihat sosok hina tak berdaya ini tak mampu berbuat apa-apa. Semua diserahkan pada para pengurus jenazah.  Dulu kita yang sombong dan selalu bangga dengan kekuatan sendiri, kini saat tak bernyawa kita tak mampu berbuat apa-apa selain pasrah pada keadaan yang memaksa kita untuk tunduk dan patuh pada orang lain yang masih hidup. Dulu mungkin kita sering mebicarakan keburukan orang lain sampai akhirnya orang lain sakit hati. Kini mulut pun terkunci tak bisa berucap satu katapun. Mata terpejam dan tak bisa melakukan apapun. Itu kita. Saat nanti maut menjemput dan jiwa menghadap sang Khaliq.
Jika kita yang meninggal lebih dulu dan orang tua kita belum, lalu kita menyaksikan orang tua kita menangis di samping jenazah kita, apa yang kamu rasakan?
Saat kita menyaksikan, orang-orang membaca surat Yasiin untuk mengiringi kepergian kita dengan untaian doa, apa yang kamu rasakan?
Saat kita tengkok di sudut rumah yang lain, adik-adik kita membicarakan dan mengenang kita selama kita hidup, bagaimana perasaanmu sebagai kakak? Adik-adikmu kini kehilangan satu sosok teladan baiknya.
Kita tengok lagi sisi rumah di sudut yang lain, keluargamu, paman, bibi, sepupu, semua menangisi kepergianmu, kamu akan bagaimana?
Saat semua orang bersedih atas kepergianmu, ternyata di halaman rumahmu, ada orang yang itu adalah temanmu, yang membicarakan keburukanmu, apakah kamu pernah menyakiti hati temanmu itu hingga ia belum rela memaafkanmu? Taubatmu terlambat.
Sobat, dari sekarang silahkan renungkan kembali mau kemana nahkoda hidupmu dikendalikan, apa yang kau tuju dank au cari di dunia ini sebenarnya? Manusia  yang paling cerdas adalah manusia yang mengingat mati. Kebiasaan dan keseharian kita akan menetukan sakaratul maut kita. Jadi ciptakanlah kebiasaan-kebiasaan baik agar kita juga mengakhiri hidup dengan baik pula. Wallahu’alam bi shawab. (Intan KP)  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar