2013
baru saja kita masuki, belum genap seminggu, dan saya merasakan euforia
menyambut pergantian tahun biasa saja, soalnya hujan kan pas malam tahun
barunya. Apa yang kalian lakukan di malam tahun baru? Apapun itu yang penting tidak
sia-sia ya J. Terlepas dari seperti apa paradigma orang
terhadap perayaan tahun baru, saya ucapkan selamat tahun baru songsong hari ini
dan esok lebih baik, biar jadi orang yang beruntung.
By
the way, tahukan seperti apa perayaan menyambut tahun baru di negeri Sakura,
Jepang? Sama sekali tidak ada kembang api. Di seluruh penjuru kota di Jepang,
tidak ada satupun lokasi yang merayakan pergantian tahun dengan berpesta
kembang api. Tapi masyarakat merayakan dan menyambut tahun baru di kuil-kuil
dan rumah ibadah untuk memohon kebaikan di 2013 ini. Mungkin karena beberapa
waktu lalau Jepang baru saja ditimpa musibah gempa, jadi tidak ada euforia yang
bersifat pemborosan. But, memang Jepang negara yang displin juga penuh
perhitungan. Dan perilaku masyarakat Jepang yang merayakan tahun baru dengan
berdoa patut ditiru.
Berbicara
soal Jepang, saya punya satu cerita menarik, ini tentang perilaku masyarakat
Jepang dengan hobinya memakan makanan mentah tanpa dimasak terlebih dulu. Tentu
semua sudha tahukan soal budaya masyarakat Jepang ini?
Orang-orang
Jepang saking seringnya makan ikan mentah, daging mentah, sea food mentah jadi
bisa membedakan mana ikan atau hewan yang segar dan tidak. Padahal menurut
keasingan lidah kita yang namanya ikan mentah rasanya pasti akan sama saja
antara yang segar dan tidak segar. Sulit dibedakan sepertinya. Tapi bagi
masyarakat Jepang yang sudah paham soal rasa kesegaran ikan (kita ambil contoh
ikan yang untuk topik kita ini), bisa dibedakan antara yang segar dan tidak.
Bahkan mereka tahu mana ikan yang malas dan ikan yang tidak malas. Hmmm, ko
bisa ya?
Suatu
hari, sebuah restoran di Jepang kehabisan stok ikan untuk konsumennya, kemudian
pihak restoran seperti biasa membeli ikan dari nelayan. Para nelayan mempunyai
banyak stok ikan yang dibekukan di lemari es, akhirnya didistribusikanlah ke
restoran tersebut. Namun saat ikan itu disajikan kepada pelanggan, para
pelanggan tidak mau karena ikannya tidak segar. Para pelanggan tau bahwa ikan
yang sedang mereka konsumsi itu buka ikan segar yang baru ditangkap, tapi ikan
yang mati dan dibekukan berhari-hari disimpan dalam kulkas. Walhasil pihak
restoran meminta kepada para nelayan untuk memberi ikan segar untuk dipasok ke
restorannya, bukan ikan yang sudah berhari-hari disimpan dalam lemari es. Para
nelayanpun menyangggupi.
Berhari-hari
nelayan-nelayan itu pergi melaut mencari ikan dan ikan hasil tangkapan mereka
simpan dalam wadah seadanya yang berisi air, sehingga memungkinkan ikan-ikan
itu masih bisa bertahan hidup hingga sampai di restoran tempat mereka memasok
ikan-ikan. Namun, saat sampai di meja konsumen, mereka tetap menolak ikan itu.
Alasannya ikan itu sudah mati saat sampai di restoran dan rasanya tidak fresh
lagi. Konsumen tak mau makan ikan yag tidak fresh.
Esoknya,
nelayan kembali menangkap ikan dan kali ini mereka tempatkan ikan-ikan hasil
tangkapanya di bejana yang cukup besar dari sebelumnya, sehingga ikan bisa
berenang leluasa dan tidak mati karena berdesak-desakan dengan ikan lain.
Begitu ikan sampai di restoran, ternyata ikan masih hidup. Pihak restoran yakin
pelanggan tak akan lagi mengeluh, karena kali ini ikan yang sampai di restoran
benar-benar masih hidup dan tentu akan segar. Ikan pun diolah dan disajikan.
Daaaaaan pelanggan kembali menolak, “ini ikan memang segar, kami tau, tapi ini
ikan malas, kami tidak mau memakan ikan yang malas, ikan malas bagi kami sama
saja dengan ikan tidak fresh.”
Hampir
saja pihak restoran dan nelayan kehilangan akal untuk memberi ikan fresh kepada
pelanggan. Sampai akhirnya para nelayan menemukan cara bagaimana membuat
ikan-ikan ini bergerak selama di air dalam perjalanan dari pantai ke restoran.
Harus ada tekanan bagi ikan-ikan ini sehingga mereka tak diam di bejana, tapi
bergerak. Mereka menyimpan hiu dalam bejana itu.
Benar!
Beberapa ekor hiu kecil yang mereka simpan dalam bejana itu ternyata ampuh
untuk membuat para ikan bergerak menghindari sang predator, hiu. Semua ikan
lincah berenang ke atas, ke bawah, sehingga terhindar dari mangsaan hiu. Sampai
akhirnya saat tiba di restoran, ikan-ikan itu diolah kemudian disajikan dan barulah
konsumen mau memakan ikan-ikan itu karena mereka tau, ikan itu adalah kan yang
tidak diam, tapi bergerak sehingga berakibat pada rasa daging ikannya, terasa
lebih segar.
Apa
hikmahnya? Kita belajar menjadi manusia yang selalu menghdirkan hiu-hiu kecil
dalam kehidupan kita. Hiu-hiu itu bisa berupa target waktu, reward, punishment,
atau apapun yang bisa membuat kita tidak berhenti berkarya. Saat kita mempunyai
banyak tugas, maka yang harus kita lakukan adalah menyelesaikannya, tetapi mau
berapa lama kita membereskan tugas-tugas itu? Jangan sampai berlarut-larut,
harus punya deadline waktu penyelesaian. Agar kita mampu menyelesaikan tugas
dengan baik dalam tempo yang tidak molor, harus kita hadirkan semangat atau hal
yang mendorong kita mengerjakan tugas hingga selesai. Contoh, kita berjanji
akan membeli es krim untuk diri sendiri kalau tugas itu selesai 2 hari dengan
baik, kalau tidak maka kita tidak boleh jajan sebagai hukumannya. Dengan begitu
kita akan terbiasa disiplin terhadap waktu, ini pun imbalannya dari diri
sendiri bukan dari orang lain. Itu contoh kecil, masih banyak hal lain yang
bisa kita jadikan hiu kecil untuk memacu kita bekerja. Missal. Kita akan
meluncurkan sebuah buku, namun buku itu masih belum 100% selesai, agar buku itu
rampung maka kita segera buat event launching buku kita 3 hari ke depan, dengan
begitu aka nada semangat juga tantangan bagi kita untuk segera menyelesaikan
buku itu karena mana mungkin kita launching tapi bukunya tidak ada. Itulah
gunanya ‘hiu-hiu kecil’ dalam kehidupan. Ada untuk membuat kita terpacu dan
menggapai asa dengan kerja cerdas. Segeralah hadirkan hiu kecil bahkan besar
dalam hidup anda J (Intan KP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar