Sabtu, 05 Januari 2013

OBSERVASI TUGAS HUKUM ISLAM

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menikah adalah kebutuhan, jika dipandang dari aspek biologis. Lewat cara menikah seseorang akan terhindarkan dari berbagai hal yang meusak. Hal yang awalnya haram akan menjadi halal sehingga tidak ada lagi kemudharatan. Lain hal jika tidak menikah, maka seseorang akan dikejar perasaan takut dan bersalah dalam menjalin hubungan (pacaran), karena walau bagaimanapun hubungan bernama pacaran tidak bisa dibenarkan dalam syariat. Karena pacaran itu bisa berakibat pada dosa, dan dosa adalah suatau hal yang jika orang lain tahu kita tidak senang. Maka seseorang yang terlalu memaksakan tetap terjalinnya suatu hubungan dekat sebelum nikah antar lawan jenis tidak akan tenang, karena pacaran itu mendekati zina, mendekatinya saja sudah tidak boleh apalagi melakukannya.
Salah satu tujuan menikah adalah untuk mempertahankan keturunan dan generasi, terlebih sebagai seorang muslim kita tidak boleh sampai memutuskan estafeta da’wah hanya sampai di kita, harus diteruskan. Untuk itulah Allah mengutus Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah ini, agar manusia bisa menyalurkan naluri seksnya pada koridor yang tidak sama dengan binatang.
Saat seseorang bersama pasangnnya telah membina senuah keluarga, tentu ingin menjadikan keluarganya tersebut menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu harus ada cara yang ditempuh agar konflik dalam rumah tangga dapat diredam seiiring dengan bertambahnya usia pernikahan. Biasanya konflik yang mucul dalam keluarga adalah salah satunya tentang warisan. Pembagian warisan tak sangat sensitive dan mudah sekali menyulut api pertengkaran. Oleh sebab itu kajian tentang pernikahan dan waris sangat menarik untuk dibahas.
B.     Rumusan Masalah
Sebagai seorang yang menyatakan diri berafiliasi pada Islam, maka harus meneirma berbagai konsekuensi dari pilihannya menganut Islam. Salah satunya mengenai penetapan hubungan laki-laki dan perempuan dalam satu ikatan pernikahan serta tata cara pembagian waris. Seperti apakah pelaksanaan pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat di Ciamis, apakah menerapkan syariat Islam atau adat? Bagaimana dengan pembagian waris itu sendiri di masyarakat? Apakah pembagian dilakukan menurut hukum Islam, negara, adat atau kekeluargaan? Untuk memudahkan analisis, pernyataan tadi penulis tuangkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1.      Seperti apa pelaksanaan pernikahan di tengah-tengah di daerah Ciamis?
2.      Bagaimana pembagian waris di masyarakat Sodonghilir, Tasikmalaya?
Selanjutnya, rumusan-rumusan masalah tadi akan dijadikan fokus pembahasan penulis dalam tugas ini.

C.    Tujuan
Tujuan umum dari dari disusunnya tugas ini adalah untuk mengetahui penerapan hukum-hukum Islam di masyarakat. Selain itu, adapun tujuan khusus yang ingin dicapai penulis dari penyusunan tugas ini adalah unutk hal-hal sebagai berikut.
1.      Mengetahui tata cara pelaksanaan pernikahan di Daerah Ciamis.
2.      Mengetahui tata cara pembagian waris di Kecamatan Sodonghilir, Tasikmalaya.


D.    Manfaat
Setiap penyusunan tugas, makalh, laporan, atau karya tulis apapun sudah pasti ingi memberkikan dampak baik bagi para pembacanya. Begitu juga dengan tugas Hukum Islam yang menganalisis tentang tata cara pernikahan di daerah Ciamis dan pembagian waris di Kecamatan Sodonghilir, Tasikmalaya. Berikut manfaat yang ingi penulis berikan.
1.      Menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tentang tata cara pelaksanaan pernikahan secara Islam, sehingga masyarakat yang awalnya tidak begitu tahun menjadi tahu.
2.      Mampu memberikan pengetahuan tentang pembagian waris secara Islam kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami hukum waris dalam Islam.











BAB 2
PEMBAHASAN
A.    Hasil Observasi Pelaksanaan Pernikahan di Daerah Ciamis
Pernikahan munurut Undang-Undang tentang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 menyebutkan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.” Pernikahan adalah bersatunya antara laki-laki dan perempuan untuk mempertahankan keturunannya dan membentuk keluarga yang sejahtera.
Pernikahan adalah hal yang sangat sakral, tidak bisa disepelekan, karena pernikahan menyangkut separo agama dan tentang masa depan dari sebuah kehidupan. Menikah berarti menentukan teman pendamping hidup, jadi tidak bisa asal pilih, harus mempertimbangkan banyak aspek bibit, bebet, dan bobot.
Perkawinan ideal kaitnnya dengan pendidikan, antara lain:
1.      Perkawinan sebagai fitrah. Allah Maha Tahu apa-apa yang dibutuhkan oleh hamba-Nya. Termasuk soal naluri seksual. Allah memberikan nafsu bukan semata-mata tanpa guna, nafsu berguna saat kita menikah.
2.      Pernikahan adalah untuk kemaslahatan umat, yaitu untuk:
a.       Memelihara keturunan agar tidak putus.
b.      Memelihara jenis.
c.       Menyelamatkan masyarakat dari demoralisasi.
d.      Menyelamatkan masyarakat dari penyakit.
e.       Memperoleh ketenangan spiritual.
f.       Saling menolong antara suami dan istri dalam membina anak-anak.
g.      Menumbuhkan emosi kebapakan dan keibuan.
3.      Pernikahan sebagai proses seleksi, mencakup:
a.       Seleksi atas dasar agama.
b.      Pemilihan berdasarkan keturunan dan kemuliaan.
c.       Mencari orang asing dalam perkawinan (mengutamakan yang kekerabatan darahnya jauh, tidak saudara dekat).
d.      Mengutamakan gadis.
e.       Mengutamakan menikah dengan  perempuan yang banyak melahirkan (subur.)
Adapun tentang hukum nikah itu sendiri asalnya adalah mubah. Dan selanjutnya bisa berubah menjadi wajib, makruh, sunnah, dan haram. Tergantung niat dan kemampuan yang dimiliki.
Pernikahan di Daerah Ciamis
Berikut hasil observasi proses pelaksanaan pernikahan di Daerah Ciamis. Observasi ini berdasarkan pengamatan langsung yakni menyaksikan proses pernikahan dan wawancara kepada narasumber yang kompeten. Observasi ini dilakukan di tiga titik, berikut hasil observasinya.
Pertama, penulis menyaksikan lakukan prosesi pernikahan yang pertama di Perum Kertasari Blok 5 RT 03/RW 13. Pernikahan dilakukan dengan mengkombinasikan antara pernikahan secara adat Sunda dan agama. Seperti yang kita tahu, pernikahan secara adat Sunda akan terdiri dari beberapa tahap, sederhananya menggiring pengantin pria saat menjelang akad dengan diikuti seserahan di belakang sang mempelai. Hingga proses akad dilakukan sesuai dengan syariat Islam. Saat sang calon mempelai pria mengucapakan akad, sang mempelai perempuan sudah ada di samping pria, jadi tidak dipisahkan terlebih dahulu. Hal ini memang tidak bertentangan dengan syariat, akan tetapi akan lebih baik jika dilakukan dengan cara memishakan terlebih dahulu antara calom mempelai pria dengan calon mempelai wanita sebelum akad nikah disahkan. Seperti pasangan pengantin yang kedua berikut ini.
Di Pangandaran, juga ada pernikahan yang berlangsung secara sederhana. Pernikahan itu dilakukan secara Islam tanpa adat. Untuk tempat duduk antara tamu undangan pria dan wanita pun dipisahkah. Saat akad, calon mempelai pria mengucapkan akad tanpa calon mempelai wanita di sampingnya. Barulah sesaat setelah pria selesai megucapkan akad nikah, mempelai perempuan duduk disnadingkan dengan mempelai laki-laki.
Menurut Ustadz Totong Karyo, drH. tata cara pelaksanan pernikahan yang memisahakan seperti ini merupakan pembelajaran, karena tidak akan terjadi ikhtilat antar tamu undangan, dan sama-sekali tidka mengurangi esensi dari pernikahan maupun resepsi pernikahan itu sendiri.
Ada pula pernikahan yang dilaksanan oleh pengantin ketiga, yang bertempat di Perum Kertasari RT 03/RW 13. Pernikahannya dilaksanakan speerti pada tipe pernikahan pasangan pengantin yang pertama, yaitu mengkombinasikan antara adat dan Islam.
Selain kepada Ustadz Totong Karyo drH. saya juga menanyakan perihal mengapa mempelai wanita tidak langsung disandingkan pada saat akad dengan calon mempelai prianya kepada Ibu Ani Rahdiani, S.Pd. . Beliau menjelaskan bahwa pada saat akan akad, mereka (calon mempelai laki-laki dan perempuan) belum sah menjadi suami istri jadi tidak boleh berdekatan agar tidak mengurangi makna suci sebuah janji pernikahan.   

Pembagian Waris Di Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya
Waris secara bahasa adlaah pindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau  dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Sedangkan menurut arti yang sebenarnya adalah pindahnya hak milik orang yang meninggal dunia kepada para ahli warisnya yang masih hidup, baik harta yang ditinggalkannya itu berupa harta bergerak dan tidak atau hak-hak menurut hukum syara’.
Beberapa hal yang berkaitan dengan harta waris yakni biaya pemeliharaan mayat, biaya pelunasan hutang-hutang si mayat, wasiat (hanya diperuntukan kepada bukan ahli waris, tidak bolehlebih dari sepertiga harta kecuali ada hal lain), membagi sisa harta kepada ahli waris sesuai petunjuk Al-Qur’an, hadits, dan ijma’ umat.
Di Kecamatan Sodonghilir sendiri, khususya di salah satu keluarga yang saat itu sedang membagi warisan (sang pewaris baru saja meninggal dengan meninggalkan 3 anak kandung yang terdiri dari seorang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan, seorang anak tiri, dan istri muda). Ustad Kamal, yang menjadi mediator keluarga tersebut membantu untuk membagikan waris sesuai dengan syariat, namun pada akhirnya tidak seutuhnya pembagian dilakukan secara hukum Islam, akan tetapi lebih kepada pembagian secara kekeluargaan. Jalan ini ditempuh untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan menghindari perpecahan sesama anggota keluarga.
Di tempat lain pun demikian halnya, pembagian warisan kebanyakan menggunakan syariat Islam dan kekeluargaan. Karena seringkali pembagian waris dilakukan secara Islam akan tetapi harta yang telah didapat tidak digunakan untuk kemaslahatan.







BAB 3
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pada umumnya pelaksanaan pernikahan dilakukan dengan cara mengkombinasikan antara adat dan syariat Islam, hal ini dikarenakan Indonesia adlaah bangsa yang memiliki kekayaan budaya, sehingga tidka bisa lepas begitu saja dari warisan nenek moyang. Selama adat yang ditempuh tidak bertentangan dengan akidah, maka hal itu tidak jadi masalah.
2.      Pembagian waris memang sebaiknya dilaksanakan sesuai syariat Islam. Akan tetapi seringkali orang membagi dengan cara Islam tetapi hartanya tidak digunakan untuk kebaikan. Pembagian waris kebanyakan ditempuh lewat cara kekeluargaan dan Islam, hal ini dipadukan untuk menghindari konflik antara anggota keluarga.

B.     Saran
1.      Pernikahan sebaiknya dilakukan secara terang-terangan, untuk memberi tahu kepada khalayak  bahwa dua orang telah menikah
2.      Waris sebaiknya segera dibagikan secepatnya, untuk menghindari pengklaiman tak bertanggungjawab di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar