Kamis, 24 Januari 2013

Ironi Musala di Kota Bandung


Oleh: Mohamad Rian Ari Sandi

                Ironis! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana timpangnya kehidupan di kota Bandung saat ini. Ditengah gencarnya kampanye walikota Bandung Dada Rosada untuk mewujudkan masyarakat kota Bandung yang agamis, fakta yang ada di lapangan justru sangat menohok walikota. Dilansir dari okezone.com, Pusat Data dan Dinamika Umat (PPDU) Yayasan Darul Hikam memaparkan data bahwa hanya 38 persen dari 60 mal musala di mal, kafe, hotel, dan restoran di kota Bandung yang layak digunakan. Direktur PPDU Yayasan Darul Hikam, Sodik Mujahid menambahkan, dari 22 mal, 13 rumah makan, 17 hotel, dan 8 tempat pelayanan publik, 55 persennya memiliki akses yang sulit untuk menuju musala. Kemudian dia juga membeberkan bahwa dari jumlah tersebut sebanyak 63 persen musala tidak mendapatkan penjagaan dari petugas dan 57,67 persen tanpa petugas kebersihan toilet. Akibatnya 85,33 persen tempat wudu kotor. Dari sekian banyak tempat-tempat tersebut musala di Bandung Indah Plaza (BIP) merupakan yang paling layak, sementara yang paling tidak layak seperti yang terdapat di Paris van Java (PvJ) Mall.
                 Menyimak fakta tersebut tentu membuat kita semua miris. Pembangunan tempat-tempat hiburan yang terus berlangsung di kota ini ternyata tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas ibadah yang memadai khususnya bagi umat muslim. Dan itu memang dialami sendiri oleh saya pribadi. Salah satu contohnya adalah ketika mengunjungi pusat jual beli barang-barang elektronik di Bandung Elektronik Centre (BEC) di Jalan Purnawarman. Bangunan BEC yang begitu megah hanya dilengkapi dengan musala yang kira-kira hanya bisa menampung tidak lebih dari 20 orang saja. Hal itu diperparah dengan letak musala yang butuh perjuangan ekstra untuk mencapainya karena terletak di basement bangunan. Sementara itu musala yang ada di BIP harus saya akui memang cukup layak layak untuk digunakan. Selain daya tampung yang cukup banyak, musala tersebutpun selalu ada dalam penjagaan petugas sehingga tempat wudupun bersih dan nyaman untuk digunakan. Semoga musala di BIP bisa menjadi contoh untuk para pengelola tempat-tempat hiburan dan keramaian lainnya yang ada di kota Bandung.
                Fakta dan data di atas juga semoga menjadi cambuk bagi pemerintah kota Bandung agar bisa membuat sebuah kebijakan yang bisa membuat para pengusaha sadar akan pentingnya fasilitas ibadah yang layak bagi masyarakat. Walaupun sampai saat ini (setau saya) belum ada regulasi yang jelas tentang keberadaan tempat ibadah di tempat keramaian seperti mal, masyarakat pasti sangat menginginkan kepedulian dan kesadaran dari pengusaha ataupun para pengelola tempat keramaian agar menyediakan tempat ibadah yang layak. Masyarakat pun sebetulnya harus pro aktif dalam memberikan kritikan dan saran kepada pemerintah dan juga para pengelola tempat keramaian agar senantiasa memberikan pelayanan yang memuaskan bagi konsumen. Karena bagaimanapun masalah tempat ibadah tidak bisa dianggap sepele. Rasanya semua orang pasti tahu, hidup di dunia hanyalah sesaat saja, ada kehidupan abadi tempat kita mempertanggungjawabkan kehidupan kita di dunia yakni alam akhirat. Dan solat dalam agama Islam merupakan hal yang sangat fundamental karena sudah jelas dikatakan bahwa amalan solat adalah yang paling pertama dan utama akan ditanyakan saat hari perhitungan tiba.
                Well, semoga keadaan ini menyadarkan kita semua. Masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam upaya pembangunan di kota Bandung khususnya dan Indonesia pada umumnya agar terus menjadi lebih baik lagi. Pembangunan fisik memang sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat, tetapi jangan lupa juga pembangunan ruhani seharusnya tidak boleh dilupakan bahkan harus diutamakan oleh para pemangku kepentingan.
Wallahualam

Tulisan ini juga di posting di: http://sosbud.kompasiana.com/2013/01/25/ironi-musala-di-kota-bandung-527772.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar