Oleh:
Mohamad Rian Ari Sandi
Ironis! Itulah kata yang tepat
untuk menggambarkan bagaimana timpangnya kehidupan di kota Bandung saat ini.
Ditengah gencarnya kampanye walikota Bandung Dada Rosada untuk mewujudkan
masyarakat kota Bandung yang agamis, fakta yang ada di lapangan justru sangat
menohok walikota. Dilansir dari okezone.com, Pusat Data dan Dinamika Umat
(PPDU) Yayasan Darul Hikam memaparkan data bahwa hanya 38 persen dari 60 mal
musala di mal, kafe, hotel, dan restoran di kota Bandung yang layak digunakan. Direktur
PPDU Yayasan Darul Hikam, Sodik Mujahid menambahkan, dari 22 mal, 13 rumah
makan, 17 hotel, dan 8 tempat pelayanan publik, 55 persennya memiliki akses
yang sulit untuk menuju musala. Kemudian dia juga membeberkan bahwa dari jumlah
tersebut sebanyak 63 persen musala tidak mendapatkan penjagaan dari petugas dan
57,67 persen tanpa petugas kebersihan toilet. Akibatnya 85,33 persen tempat
wudu kotor. Dari sekian banyak tempat-tempat tersebut musala di Bandung Indah
Plaza (BIP) merupakan yang paling layak, sementara yang paling tidak layak
seperti yang terdapat di Paris van Java (PvJ) Mall.
Menyimak fakta tersebut tentu membuat kita
semua miris. Pembangunan tempat-tempat hiburan yang terus berlangsung di kota
ini ternyata tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas ibadah yang memadai
khususnya bagi umat muslim. Dan itu memang dialami sendiri oleh saya pribadi.
Salah satu contohnya adalah ketika mengunjungi pusat jual beli barang-barang
elektronik di Bandung Elektronik Centre (BEC) di Jalan Purnawarman. Bangunan
BEC yang begitu megah hanya dilengkapi dengan musala yang kira-kira hanya bisa
menampung tidak lebih dari 20 orang saja. Hal itu diperparah dengan letak
musala yang butuh perjuangan ekstra untuk mencapainya karena terletak di
basement bangunan. Sementara itu musala yang ada di BIP harus saya akui memang
cukup layak layak untuk digunakan. Selain daya tampung yang cukup banyak,
musala tersebutpun selalu ada dalam penjagaan petugas sehingga tempat wudupun
bersih dan nyaman untuk digunakan. Semoga musala di BIP bisa menjadi contoh
untuk para pengelola tempat-tempat hiburan dan keramaian lainnya yang ada di
kota Bandung.
Fakta dan data di atas juga
semoga menjadi cambuk bagi pemerintah kota Bandung agar bisa membuat sebuah
kebijakan yang bisa membuat para pengusaha sadar akan pentingnya fasilitas
ibadah yang layak bagi masyarakat. Walaupun sampai saat ini (setau saya) belum
ada regulasi yang jelas tentang keberadaan tempat ibadah di tempat keramaian
seperti mal, masyarakat pasti sangat menginginkan kepedulian dan kesadaran dari
pengusaha ataupun para pengelola tempat keramaian agar menyediakan tempat
ibadah yang layak. Masyarakat pun sebetulnya harus pro aktif dalam memberikan
kritikan dan saran kepada pemerintah dan juga para pengelola tempat keramaian
agar senantiasa memberikan pelayanan yang memuaskan bagi konsumen. Karena
bagaimanapun masalah tempat ibadah tidak bisa dianggap sepele. Rasanya semua
orang pasti tahu, hidup di dunia hanyalah sesaat saja, ada kehidupan abadi
tempat kita mempertanggungjawabkan kehidupan kita di dunia yakni alam akhirat.
Dan solat dalam agama Islam merupakan hal yang sangat fundamental karena sudah
jelas dikatakan bahwa amalan solat adalah yang paling pertama dan utama akan
ditanyakan saat hari perhitungan tiba.
Well, semoga keadaan ini
menyadarkan kita semua. Masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam upaya
pembangunan di kota Bandung khususnya dan Indonesia pada umumnya agar terus
menjadi lebih baik lagi. Pembangunan fisik memang sangat diperlukan untuk
menunjang kehidupan masyarakat, tetapi jangan lupa juga pembangunan ruhani
seharusnya tidak boleh dilupakan bahkan harus diutamakan oleh para pemangku
kepentingan.
Wallahualam
Tulisan ini juga di posting di: http://sosbud.kompasiana.com/2013/01/25/ironi-musala-di-kota-bandung-527772.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar